- Persidangan kasus korupsi proyek pengadaan identitas elektronik (e-KTP) yang mengakibatkan Rp 2,3 triliun kerugian negara bakal digelar perdana Kamis besok (9/3).
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dua tersangka Sugiharto dan Irman itu akan mengungkapkan sejumlah nama yang terlibat korupsi proyek e-KTP. Dalam perjalanan penyidikan, sejumlah nama pernah diumbar oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Mulai dari pejabat Kementerian Dalam Negeri seperti Sekjen Kemendagri Dian Anggreani, pihak swasta yakni Andi Agustinus atau yang dikenal dengan Andi Narogong. Kemudian sejumlah anggota DPR RI seperti pimpinan Komisi II Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, juga pimpinan Badan Anggaran DPR Melchias Mekeng, Olly Dondokambey, dan Mirwan Amir.
Nazar selaku whistle blower atau pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana korupsi e-KTP selalu konsisten menyebut nama-nama tersebut telah terlibat. Bahkan, dia melalui pengacaranya Elza Syarief membeberkan dugaan rekayasa proyek e-KTP yang dianggarkan senilai Rp 5,9 triliun.
Berikut kronologi pengadaan e-KTP dari awal hingga berujung korupsi versi Nazaruddin. Sebelum proyek bergulir, Andi Narogong dan beberapa pihak melakukan pertemuan di Ruko Graha Mas Fatmawati Blok B Nomor 33-35. Tempat itu menjadi pusat operasional pengaturan spesifikasi antara rekanan dan pegawai Kemendagri.
Pada 1 Juli 2010-Februari 2011 dimulai pengaturan spesifikasi antara pemerintah dan rekanan. Semuanya telah disiapkan, spesifikasi maupun rekayasa antara Andi bersaudara dan konsorsium, termasuk juga staf Kemendagri. PT Quadra dimasukkan sebagai salah satu peserta konsorsium karena perusahaan itu milik teman Dirjen Adiministrasi Kependudukan Kemendagri Irman. Masuknya PT Quandra diduga karena jasa perusahaan dalam mengatasi permasalahan Irman dengan Badan Pemeriksa Keuangan. Perusahaan itu membereskan masalah Irman dengan membayar jasa Rp 2 miliar.
Terkait pertemuan di ruko, KPK telah membeberkan bahwa sebelum proyek e-KTP bergulir ada pertemuan yang membahas tentang ijon proyek. Kuat dugaan ijon proyek mengarah pada pengadaan e-KTP. Dari ijon tersebut sejumlah anggota dewan mendapat uang pelicin. Selanjutnya terjadi kesepakatan untuk pembagian fee dari proyek yang bernilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Delapan persen dari nilai proyek mengalir ke pejabat dan tim panitia tender di Kemendagri. Sedangkan tiga persen dialokasikan untuk Gamawan Fauzi yang kala itu menjabat menteri dalam negeri melalui adiknya yang menjabat sekjen. Kemudian 2,5 persen dibagikan untuk ketua, wakil ketua, dan anggota DPR. Sebanyak 2,5 persen untuk ketua dan wakil ketua Badan Anggaran DPR.
Selanjutnya, 11 persen mengalir kepada ketua Fraksi Golkar kala itu Setya Novanto dan Andi Narogong. Sama seperti Novanto, Anas Urbaningrum dan Nazaruddin juga mendapat 11 persen dari nilai proyek.
Dari data Nazarudin, sejumlah pihak yang menerima yakni Melchias Mekeng sebesar USD 500 ribu, Olly Dondokambey mendapat jatah USD 1 juta, dan Mirwan Amir sebesar USD 500 ribu. Kemudian Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, dan Arif Wibowo masing-masing mendapatkan USD 500 ribu.
Meski demikan, masih ada pihak-pihak yang diduga menerima aliran uang dari korupsi proyek e-KTP. KPK sendiri bakal membeberkannya di persidangan nanti. [rmol]
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dua tersangka Sugiharto dan Irman itu akan mengungkapkan sejumlah nama yang terlibat korupsi proyek e-KTP. Dalam perjalanan penyidikan, sejumlah nama pernah diumbar oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Mulai dari pejabat Kementerian Dalam Negeri seperti Sekjen Kemendagri Dian Anggreani, pihak swasta yakni Andi Agustinus atau yang dikenal dengan Andi Narogong. Kemudian sejumlah anggota DPR RI seperti pimpinan Komisi II Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, juga pimpinan Badan Anggaran DPR Melchias Mekeng, Olly Dondokambey, dan Mirwan Amir.
Nazar selaku whistle blower atau pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana korupsi e-KTP selalu konsisten menyebut nama-nama tersebut telah terlibat. Bahkan, dia melalui pengacaranya Elza Syarief membeberkan dugaan rekayasa proyek e-KTP yang dianggarkan senilai Rp 5,9 triliun.
Berikut kronologi pengadaan e-KTP dari awal hingga berujung korupsi versi Nazaruddin. Sebelum proyek bergulir, Andi Narogong dan beberapa pihak melakukan pertemuan di Ruko Graha Mas Fatmawati Blok B Nomor 33-35. Tempat itu menjadi pusat operasional pengaturan spesifikasi antara rekanan dan pegawai Kemendagri.
Pada 1 Juli 2010-Februari 2011 dimulai pengaturan spesifikasi antara pemerintah dan rekanan. Semuanya telah disiapkan, spesifikasi maupun rekayasa antara Andi bersaudara dan konsorsium, termasuk juga staf Kemendagri. PT Quadra dimasukkan sebagai salah satu peserta konsorsium karena perusahaan itu milik teman Dirjen Adiministrasi Kependudukan Kemendagri Irman. Masuknya PT Quandra diduga karena jasa perusahaan dalam mengatasi permasalahan Irman dengan Badan Pemeriksa Keuangan. Perusahaan itu membereskan masalah Irman dengan membayar jasa Rp 2 miliar.
Terkait pertemuan di ruko, KPK telah membeberkan bahwa sebelum proyek e-KTP bergulir ada pertemuan yang membahas tentang ijon proyek. Kuat dugaan ijon proyek mengarah pada pengadaan e-KTP. Dari ijon tersebut sejumlah anggota dewan mendapat uang pelicin. Selanjutnya terjadi kesepakatan untuk pembagian fee dari proyek yang bernilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Delapan persen dari nilai proyek mengalir ke pejabat dan tim panitia tender di Kemendagri. Sedangkan tiga persen dialokasikan untuk Gamawan Fauzi yang kala itu menjabat menteri dalam negeri melalui adiknya yang menjabat sekjen. Kemudian 2,5 persen dibagikan untuk ketua, wakil ketua, dan anggota DPR. Sebanyak 2,5 persen untuk ketua dan wakil ketua Badan Anggaran DPR.
Selanjutnya, 11 persen mengalir kepada ketua Fraksi Golkar kala itu Setya Novanto dan Andi Narogong. Sama seperti Novanto, Anas Urbaningrum dan Nazaruddin juga mendapat 11 persen dari nilai proyek.
Dari data Nazarudin, sejumlah pihak yang menerima yakni Melchias Mekeng sebesar USD 500 ribu, Olly Dondokambey mendapat jatah USD 1 juta, dan Mirwan Amir sebesar USD 500 ribu. Kemudian Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, dan Arif Wibowo masing-masing mendapatkan USD 500 ribu.
Meski demikan, masih ada pihak-pihak yang diduga menerima aliran uang dari korupsi proyek e-KTP. KPK sendiri bakal membeberkannya di persidangan nanti. [rmol]
Advertisement